![]() |
| sumber: indoagribiz.com |
Nenek moyang kita punya banyak cara mengajarkan tentang arti kehidupan. Ada yang lewat laku, nasihat, ataupun tulisan. Namun tak sedikit juga yang mengajarkan melalui media musik. Dipilihnya musik mungkin sebagai media paling efisien, karena musik banyak didengarkan oleh orang-orang dan mudah diterima.
Namun para nenek moyang atau pendahulu kita tak sembarangan dalam menghasilkan lagu. Mereka sangat memperhitungkan maksud dan tujuan dari lagu yang dihasilkan sehingga memunculkan syarat makan mendalam di baliknya.
Seperti Gundul-gundul pacul, misalnya. Lagu yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga ini lebih dikenal sebagai lagu anak-anak --dan berdasarkan cerita lagu ini memang sengaja "dititipkan" kepada anak-anak. Namun di balik itu sebenarnya Gundul-gundul pacul punya makna nasihat kepemimpinan.
Gundul gundul pacul, cul, gembelengan. Kata pertama yang disebut dalam lagu ini, yakni "gundul", atau kepala yang tak memiliki rambut. Kita tahu bahwa kepala adalah lambang kemuliaan atau kehormatan seseorang. Sedangkan rambut adalah lambang mahkota. Artinya, seseorang yang menjadi pemimpin secara otomatis memiliki kehormatan yang melekat. Akan tetapi, kehormatan juga mesti dibarengi dengan mahkota. Mahkota yang dimaksud adalah kejujuran, keadilan, dan terpenting adalah sadar akan posisinya sebagai pelayan rakyat. Tanpa mahkota, seorang pemimpin sulit dikatakan sebagai sebenarnya pemimpin. Dan itu banyak kita temui saat ini.
Kemudian pacul, atau cangkul, adalah lambang kerakyatan. Ada juga yang memaknai dari empat sisi yang terdapat pada lempengan besi cangkul tersebut. Empat sisi dari itu adalah sama dengan pancaindera manusia yakni, mata (digunakan untuk melihat rakyat), telinga digunakan untuk mendengar rakyat), hidung (digunakan untuk mengendus keinginan atau kesulitan rakyat), dan mulut (digunakan untuk berkata-kata yang adil).
Sedangkan gembelengan yang memiliki arti sembarangan, sembrono, sombong, atau, barangkali yang lebih tepat untuk menggambarkannya adalah tak tahu diri.
Nyunggi nyunggi wakul, kul, gembelengan. Dalam diri pemimpin yang mesti disadari adalah amanat rakyat akan selalu dibawanya ke manapun dan di manapun dia melangkah. Maka, disebutlah Nyunggi nyunggi wakul, atau membawa bakul di atas kepala. Bakul tersebut menggambarkan sesorang pemimpin yang membawa bakul di atas kepalanya yang berisikan amanat rakyat. Namun banyak yang gembelengan.
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar. Karena banyak yang gembelengan, terjadilah wakul ngglimpang segane dadi sak latar. Maksudnya banyak pemimpin membawa amanat rakyat dengan tak tahu diri sehingga amanat itu menjadi "tumpah" sia-sia dan tak bermanfaat.
Nasihat kepemimpinan ini tidak hanya berlaku di pemerintahan, namun juga di dalam kelompok masyarakat terkecil atau keluarga.

Comments
Post a Comment