Merapihkan kamar hampir sama capeknya dengan merapihkan
Tetapi bukan berarti tanpa keseruan. Nikmatnya merapihkan kamar, secara tidak sengaja, kita akan ditakdirkan untuk bertemu kembali barang-barang yang telah lama usang. Dan dipaksa masuk ke dalam pusaran nostalgia dengan masing-masing barang tertentu.
Seperti majalah satu ini yang saya temukan di antara tumpukan kertas-kertas bekas. Majalah yang sempat trend di kalangan remaja pada masanya. Wajar saja, majalah ini simbol update-nya seorang anak muda kala itu, bahkan bisa didapat dengan cuma-cuma.
Ada lagi yang ini. Sebuah binder yang menjadi nilai eksistensi para mahasiswa kala mengenyam bangku kuliah. Rasanya kurang mahasiswa kalau tidak punya binder.
Kalau diingat-ingat, isi binder ini mungkin hanya 10 persen berisi catatan mata kuliah. Sisanya, hanya tulisan mengarang bebas, yang memang sejak dulu saya hobi menulis hal-hal tidak penting. Misalnya, pertanyaan-pertanyaan kenapa kuliah itu hal yang menjengkelkan dan penting. Menjengkelkan, kok penting?
Lain lagi sekadar corat-coret gambar perempuan seksi nan aduhai. Dan tak jarang daftar situs-situs porno tercatat di situ.
Selain itu saya kembali menemukan barang pra-sejarah, di zaman masih tergila-gila dengan sepak bola. Barang ini berupa tas bermotif lambang kebesaran Tim Nasional Italia untuk Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, kurang lebih tujuh tahun lalu.
Tidak terlalu ingat bagaimana saya mendapatkan tas itu. Tapi kalau tidak salah, saya beli di sebuah pasar swalayan, yang memang waktu itu sedang promo dalam menyambut Piala Dunia 2010. Dengan bangga saya mencari cara untuk membeli tas tersebut dan menggunakannya untuk kuliah. Saat itu juga saya menahbiskan diri sebagai penggemar bola sebenarnya, pecinta timnas Italia sejati. Meski kisah Italia harus berakhir mengenaskan.
Italia harus angkat koper lebih awal, menempati peringkat terakhir di Grup F Piala Dunia 2010. Bahkan, Italia harus berada di bawah negara bernama Selandia Baru dengan tanpa sekalipun merengkuh kemenangan. Bayangkan, juara bertahan --sebelumnya menjuarai Piala Dunia 2006 di Jerman-- harus bernasib tragis seperti itu.
Sebagai pendukung Italia ketika itu, wajar saja jika besar kepala dan over confidence jika Gianluigi Buffon dkk, paling tidak, akan mencapai semifinal. Tapi, apa yang pasti di dunia ini selain ketidakpastian itu sendiri? Juara bertahan itu tampak --dan memang begitu faktanya-- seperti tim semenjana belaka.
Mendukung Italia yang berpredikat juara bertahan di Piala Dunia 2010 ketika itu bagai dekat dengan gebetan, sudah aku-kamu-an, jalan bareng sambil gandengan tangan dan bersuap-suapan, tapi esok harinya ditinggal tanpa kejelasan. Keblinger Ndasmu!
Sebenarnya masih ada barang-barang lainnya yang belum sempat saya rapihkan semua. Dan, tentu, ada nostalgia lainnya yang menanti. Akan saya ceritakan di tulisan selanjutnya.



Comments
Post a Comment