Skip to main content

Ada Nostalgia di Tumpukan Barang Bekas

Hari libur lebaran keempat, saya banyak menghabiskan waktu untuk merapihkan kamar. Mulai dari baju yang sekiranya tak pernah saya pakai, maka disingkirkan. Yang tak layak, maka di-tong-sampah-kan. Begitu dengan barang-barang lainnya selain baju.

Merapihkan kamar hampir sama capeknya dengan merapihkan hati ini muka sendiri, yang memang sudah begini ini dari lahir: Dirapihkan, berantakan lagi, dirapihkan berserakan lagi, atau dibersihkan ya debuan lagi.

Tetapi bukan berarti tanpa keseruan. Nikmatnya merapihkan kamar, secara tidak sengaja, kita akan ditakdirkan untuk bertemu kembali barang-barang yang telah lama usang. Dan dipaksa masuk ke dalam pusaran nostalgia dengan masing-masing barang tertentu.

Seperti majalah satu ini yang saya temukan di antara tumpukan kertas-kertas bekas. Majalah yang sempat trend di kalangan remaja pada masanya. Wajar saja, majalah ini simbol update-nya seorang anak muda kala itu, bahkan bisa didapat dengan cuma-cuma.

Ada lagi yang ini. Sebuah binder yang menjadi nilai eksistensi para mahasiswa kala mengenyam bangku kuliah. Rasanya kurang mahasiswa kalau tidak punya binder.

Kalau diingat-ingat, isi binder ini mungkin hanya 10 persen berisi catatan mata kuliah. Sisanya, hanya tulisan mengarang bebas, yang memang sejak dulu saya hobi menulis hal-hal tidak penting. Misalnya, pertanyaan-pertanyaan kenapa kuliah itu hal yang menjengkelkan dan penting. Menjengkelkan, kok penting?

Lain lagi sekadar corat-coret gambar perempuan seksi nan aduhai. Dan tak jarang daftar situs-situs porno tercatat di situ.

Selain itu saya kembali menemukan barang pra-sejarah, di zaman masih tergila-gila dengan sepak bola. Barang ini berupa tas bermotif lambang kebesaran Tim Nasional Italia untuk Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, kurang lebih tujuh tahun lalu.

Tidak terlalu ingat bagaimana saya mendapatkan tas itu. Tapi kalau tidak salah, saya beli di sebuah pasar swalayan, yang memang waktu itu sedang promo dalam menyambut Piala Dunia 2010. Dengan bangga saya mencari cara untuk membeli tas tersebut dan menggunakannya untuk kuliah. Saat itu juga saya menahbiskan diri sebagai penggemar bola sebenarnya, pecinta timnas Italia sejati. Meski kisah Italia harus berakhir mengenaskan.

Italia harus angkat koper lebih awal, menempati peringkat terakhir di Grup F Piala Dunia 2010. Bahkan, Italia harus berada di bawah negara bernama Selandia Baru dengan tanpa sekalipun merengkuh kemenangan. Bayangkan, juara bertahan --sebelumnya menjuarai Piala Dunia 2006 di Jerman-- harus bernasib tragis seperti itu.

Sebagai pendukung Italia ketika itu, wajar saja jika besar kepala dan over confidence jika Gianluigi Buffon dkk, paling tidak, akan mencapai semifinal. Tapi, apa yang pasti di dunia ini selain ketidakpastian itu sendiri? Juara bertahan itu tampak --dan memang begitu faktanya-- seperti tim semenjana belaka.

Mendukung Italia yang berpredikat juara bertahan di Piala Dunia 2010 ketika itu bagai dekat dengan gebetan, sudah aku-kamu-an, jalan bareng sambil gandengan tangan dan bersuap-suapan, tapi esok harinya ditinggal tanpa kejelasan. Keblinger Ndasmu!

Sebenarnya masih ada barang-barang lainnya yang belum sempat saya rapihkan semua. Dan, tentu, ada nostalgia lainnya yang menanti. Akan saya ceritakan di tulisan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Puisi Joko Pinurbo: Kamus Kecil

sumber: kompasiana.com Saya dibesarkan oleh bahasa Indonesia yang pintar dan lucu Walau kadang rumit dan membingungkan Ia mengajari saya cara mengarang ilmu Sehingga saya tahu Bahwa sumber segala kisah adalah kasih Bahwa ingin berawal dari angan Bahwa ibu tak pernah kehilangan iba Bahwa segala yang baik akan berbiak Bahwa orang ramah tidak mudah marah Bahwa untuk menjadi gagah kau harus menjadi gigih Bahwa seorang bintang harus tahan banting Bahwa orang lebih takut kepada hantu ketimbang kepada Tuhan Bahwa pemurung tidak pernah merasa gembira Sedangkan pemulung tidak pelnah merasa gembila Bahwa orang putus asa suka memanggil asu Bahwa lidah memang pandai berdalih Bahwa kelewat paham bisa berakibat hampa Bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikan kau merasa aman Bahasa Indonesiaku yang gundah Membawaku ke sebuah paragraf yang merindukan bau tubuhmu Malam merangkai kita menjadi kalimat majemuk yang hangat Di mana kau induk kalimat dan aku anak kalimat Ketika induk kalimat bilang pu...

Naik Kereta ke Kota Tua

Kota Tua Sehari-hari saya selalu menggunakan motor untuk keperluan transportasi, baik ke kantor, ke rumah teman, atau sekadar ke warung. Motor menjadi pilihan karena begitu efisien, setidaknya hanya perlu keluar uang Rp 20 ribu, saya sudah bisa kemana-mana. Tapi tidak untuk hari ini, saya mencoba menggunakan kereta api. Berangkat dari Stasiun Klender, saya menuju Stasiun Kota Tua. Tapi, saya turun terlalu cepat, di Stasiun Jayakarta. Maklum, ini adalah baru keempat kalinya menggunakan moda transportasi umum kereta api. Pertama kali saya naik kereta ketika itu usai turun dari Gunung Gede, Jawa Barat. Kala itu, naik dari Stasiun Bogor menuju Stasiun Lenteng Agung. Kedua kalinya, dari Stasiun Sudimara ke Stasiun Kebayoran Lama menuju Mayestik. Ketiga, Stasiun Tebet menuju Stasiun Depok Baru, saat ingin liputan Piala AFF 2016, di Stadion Pakansari, Cibinong. Saya turun di Depok Baru karena sudah atur janji dengan rekan kerja. Mengapa saya berangkat ke Kota Tua dari Stasiun Kle...

Gundul-gundul Pacul: Sebuah Nasihat Kepemimpinan

sumber: indoagribiz.com Nenek moyang kita punya banyak cara mengajarkan tentang arti kehidupan. Ada yang lewat laku, nasihat, ataupun tulisan. Namun tak sedikit juga yang mengajarkan melalui media musik. Dipilihnya musik mungkin sebagai media paling efisien, karena musik banyak didengarkan oleh orang-orang dan mudah diterima. Namun para nenek moyang atau pendahulu kita tak sembarangan dalam menghasilkan lagu. Mereka sangat memperhitungkan maksud dan tujuan dari lagu yang dihasilkan sehingga memunculkan syarat makan mendalam di baliknya. Seperti Gundul-gundul pacul, misalnya. Lagu yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga ini lebih dikenal sebagai lagu anak-anak --dan berdasarkan cerita lagu ini memang sengaja "dititipkan" kepada anak-anak. Namun di balik itu sebenarnya Gundul-gundul pacul punya makna nasihat kepemimpinan. Gundul gundul pacul, cul, gembelengan. Kata pertama yang disebut dalam lagu ini, yakni "gundul", atau kepala yang tak memiliki rambut. Kita tah...