![]() |
| sumber: pixabay.com |
Ada banyak cara kita untuk menjaga kesehatan. Metode ilmu kedokteran modern atau tradisional banyak menawarkan caranya.
Tetapi, apa yang saya temukan, melalui video dari Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun, konsep kesehatan sesungguhnya tidaklah datang dari ilmu kesehatan a la dokter modern atau tradisional. Melainkan bagaimana kita menjalin hubungan dengan Tuhan.
Setidaknya, pada video itu, Cak Nun membeberkan 11 kunci kesehatan.
Pertama, hidup sehat atau kesehatan hidup itu merupakan gabungan antara kesehatan jiwa, kesehatan badan, dan kesehatan hubungan manusia dengan Tuhan.
Gabungan itu dalam artian bersifat dialektis terkait satu sama lain serta bersifat komprehensif atau saling mendukung satu sama lain: di antara unsur-unsur badan (atau jasad) dengan jiwa (atau rohaninya) dan dengan posisi hubungan manusia atau makhluk apapun dengan Tuhannya.
"Itu prinsip dasarnya," kata Cak Nun.
Tuhan adalah yang bikin manusia, yang bikin rohani dan jasadnya, serta memberi ketetapan tentang suatu sistem kehidupan yang hasilnya adalah hidup sehat.
"Oleh karena itu ketergantungan makhluk -untuk sehat atau tidak sehat- nomor satunya adalah kepada penciptanya yaitu Allah SWT," tegasnya.
Kedua, oleh karena prinsip dasar seperti itu, maka kesehatan jasad tidak bisa berdiri atau bekerja sendiri ia berposisi saling tergantung dengan kesehatan jiwa atau rohani serta sehatnya hubungan manusia dengan Tuhan dari hari ke hari.
Kita tahu ilmu kesehatan modern sangat rajin meneliti dengan seksama hal-hal yang menyangkut kesehatan jasad. Ada juga sedikit ditemukannya kaitan dengan psikologi atau psikis. Tetapi tidak sampai pada spektrum kesehatan rohani di mana Tuhan disadari sebagai ujung atau pangkal sehat dan sakitnya semua makhluk.
Ketiga, khusus untuk mengenali posisi Tuhan, yang memiliki hak mutlak atas sehat atau sakitnya atau apa saja yang ia ciptakan. Tuhan tidak berpihak kepada konsep sehat berdasarkan konsep manusia tentang sehat. Sehat dan sakit menurut Tuhan berbeda, atau bisa sangat berbeda, atau bisa sangat terbalik dibanding sehat atau sakit menurut ilmu kita menurut keperluan dan kepentingan manusia.
"Kesehatan di mata Tuhan adalah keberadan manusia di dalam kepatuhan dan kehendak-Nya. Maka pemahaman kesehatan atas manusia bisa terbalik dengan konsep kesehatan Tuhan," terangnya.
Keempat, ada kemungkinan-kemungkinan, yang mungkin tak terbatas jumlahnya, Tuhan bisa memberikan sakit kepada manusia tapi fungsinya adalah untuk kesehatan jiwa. Tuhan memberikan sakit kepada manusia tapi maksud dan posisinya adalah memberikan ujian, atau pendidikan, atau pengingatan, atau mungkin hukuman.
Sebaliknya, Tuhan memberi sehat kepada manusia juga bisa sebagai ujian, pendidikan, pengingatan, atau hukuman.
"Jadi sehat dan sakit menurut kita bisa sangat terbalik dengan Tuhan. Tergantung, kita bisa menemukan enggak latar belakang kenapa Tuhan bikin kita sakit, bikin kita sehat," ujarnya.
Sakitnya manusia bisa membuatnya bersikap rendah hati dan sadar ketergantungannya kepada Tuhan. Sementara sehatnya manusia bisa merupakan semacam azab bagi manusia yang membuatnya sombong dan tergelincir hidupnnya sehingga kelak sampai ke Tuhan dalam posisi yang Tuhan kehendaki.
Kelima, demikian juga konsep Tuhan tentang hidup dan matinya manusia yang tidak sama dengan pemahaman kita. Banyak kita alami bahwa sakit berlanjut ke kematian. Tapi bisa juga kematian tanpai sakit sebagai sebab-musababnya. Dalam konsep Tuhan kematian bisa terkait bisa juga tidak terkait. Tuhan menghidupkan dan mematikan hanya terkait kehendaknya itu sendiri. Tidak harus berhubungan harus sakit atau dengan tidak sakit.
"Hidup menjaga kesehatan tidak harus dikaitkan dengan awet hidup dan tidak cepat mati. Yang paling murni dan masuk akal menjaga kesehatan adalah karena kesetiaan kepada Tuhan yang menitipkan jasad dan ruhnya kepada kita semua," ungkapnya.
Keenam, manusia mencari dan menemukan amat sedikit dari ilmu kesehatan yang Tuhan maha menguasai keseluruhannya. Manusia wajib berikhtiar, merawat kesehatannya, tetapi hakikinya Allah yang mengambil keputusan tentang sehat atau tidaknya manusia.
Manusia wajib menjalani hidup yang sehat, tetapi Tuhan berhak menentukan orang yang merawat kesehatannya diambil nyawa terlebih dulu dibanding orang yang berlaku seenaknya kepada kesehatan hidupnya.
"Itu terserah-serah Tuhan. Kita sebaiknya tidak usah membantah dan mengabdi saja kepada Tuhan. Itulah sebabnya manusia membutuhkan iman, takwa, dan tawakal kepada Tuhan dalam sakit maupun sehat," katanya.
![]() |
| sumber: thebluediamondgallery.com |
Ketujuh, manusia meneliti sakit dan sehat kemudian berikhtiar mengobati, tetapi manusia tidak mampu berposisi menyembuhkan. Manusia menanam benih Tuhan yang menyemaikan, manusia berjuang Tuhan yang menentukan pencapaian atau kegagalan.
Tuhan bisa berlaku sesuai rumus kesehatan manusia, misalnya, menyembuhkan orang sakit yang diobati manusia tapi Tuhan juga berhak melalukan berbagai variasi perilaku yang lain: Dia bisa tidak menyembuhkan orang yang diobati atau menyembuhkan orang yang tidak diobati. Tuhan bisa mengabulkan kesembuhan seseorang berdasarkan pengetahuan kedokteran farmasi, bisa juga tidak menyembuhkannya, atau malah menyembuhkan dengan obat dan sebab yang lain sama sekali atau bahkan ditentang oleh kedokteran dan farmasi.
Kedelapan, kalau dokter, tabib, dukun, atau siapapun menyembuhkan seseorang dari sakitnya dengan menggunakan obat atau ramuan atau perlakuan yang dikenal baku atau dikenal ilmu manusia, mohon izin kesimpulannya, bukan ilmu dan obat itu pasti benar. Kesimpulan yang lebih wasapada adalah Tuhan mengabulkan kesembuhan apa yang diyakini apa yang digunakan oleh dokter atau tabit itu.
Sementara kesimpulan lain, Tuhan bisa tidak mengabulkannya atau justru memberi manusia pengalaman di mana seseorang menjadi sembuh tidak berdasarkan ilmunya manusia tentang kesehatan dan pengobatan melainkan ilmu yang tidak dikenal oleh manusia sama sekali.
Kesembilan, seseorang yang dekat dengan Tuhan mengeluh dengan Allah, "Ya Allah, sembuhkan perutku," pinta hambanya, Tuhan menjawab, "Baiklah, ambilah daun itu dan makanlah."
Belum sampai dia memakan daun itu perutnya sembuh. Kemudian ketika perutnya sakit lagi orang itu langsung ambil daun tadi dan memakannya hingga berlembar-lembar. Namun tak juga hilang sakitnya.
Orang itu protes, "Ya Allah, ketika perutku sakit tadi Engkau memperintahkan untuk meyembuhkan pakai daun itu kenapa kali ini tidak smebuh perutku." Tuhan menjawab, "Waktu sakit yang pertama, engkau mengeluh dan meminta tolong kepadaku. Sakit kedua engkau tidak meminta tolongku kepadaku melakinkan langsung mengambil daun itu. Maka perutmu tetap sakit karena daun, atau apapun tidak bisa menyembuhkan sakit perut, dan sakit apapun. Yang bisa menyembuhkan, dan berkehendak menyembuhkan, adalah kemauan dan kasih sayangku."
Kesepuluh, oleh karena itu syarat kesehatan hidupnya manusia ada dua, yang bisa kita pilih -meskipun kita dibiarkan oleh Tuhan tanpa harus memilih. Pertama, memastikan secara permanen dan simultan pemfokusan hati kita kepada Tuhan.
"Hati, pikiran, setiap helaan nafas, setiap langkah, arah hidup kita, kerjaan kita, senang dan susah, kaya dan miskin kita bertauhid," sebutnya.
Kedua, berpikir hakiki, berpikir sehat, berpikir jujur, berpikir positif, berpikir kompatibel dengan kemauan Tuhan. Karena ruh dan jasad manusia adalah sebuah organisme, sebuah sistem, suatu putaran ekosistem, hardware beserta software-nya.
Setiap ketidakjujuran rohani, hati dan pikiran, akan mengubah manajemen ekosistem ini dalam hidup kita. Sehingga berpotensi menjadi desktruksi, dismanagement, kekacauan, dekonstruksi atau kerusakan susunan-susunan kerja sama di dalam ruh, saraf, dan jiwa kita termasuk semua unsur jasad kita sehingga produknya adalah sakit.
Kesebelas, makna hidup paling potensiao untuk sehat adalah menghormati dan patuh kepada hakikinya kehendak Tuhan. Kemudian membuka diri kepada setiap kemungkinan pada ilmu manusia yang menyangkut sehat dan sakit.
Tidak ada ukuran ilmu kesehatan modern atau tradisional, acuan-acuan dokter, tabib, dukun, atau orang biasa yang dianggap tidak ekspert di bidang kesehatan. Ukuran yang sejati, dan yang lebih dekat pada kesehatan, hanyalah kejujuran ilmu kesehatan yang tidak ada di tangan siapapun serta sadar ketergantungan kepada kehendak Allah.
"Kita hindari amarah-Nya dan kita upayakan dekat dengan kasih sayang-Nya," ungkap Cak Nun.


Comments
Post a Comment